Anjuran untuk memuliakan tetangga, tamu dan tidak banyak omong kecuali hal yang baik
Assalamu'alaikim Warahmatullahi Wabarakatuh.
Bersyukur senantiasa kita panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan kasih sayangNya, semoga kita semua dalam lindungan Allah Subhanahu Wata'ala.
Shalawat dan salam senantiasa kita curahkan kepada Nabi Muhammad Salallahu 'Alaihi Wasalam atas perjuangan Beliaulah sehingga Islam berdiri kokoh hingga hari ini.
Dalam kesempatan ini saya ingin menyampaikan sebuah hadits Rasulullah SAW tentang Anjuran untuk memuliakan tetangga, tamu dan tidak banyak omong kecuali hal yang baik.
رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ جَارَهُ وَمَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيُكْرِمْ ضَيْفَهُ
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda: "Barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah dia mengucapkan perkataan yang baik atau diam. Dan barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tetangganya. Dan barangsiapa beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaklah dia memuliakan tamunya." Sumber : HR. Muslim Kitab : Iman Bab : Anjuran untuk memuliakan tetangga, tamu dan tidak banyak omong kecuali hal yang baik No. Hadist : 67
Dari hadits di atas dapat kita uraikan:
Pertama: Nabi Muhammad SAW menganjurkan bagi kita sebagai ummatnya yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, hendaklah bagi kita untuk membiasakan diri mengucapkan perkataan yang baik-baik saja dengan siapapun dalam pergaulan kita sehari-hari. Jika perkataan tersebut tidak berfaedah bagi kerukunan hidup kita sehari-hari Rasulullah menyuruh memilih diam. Diam dalam arti menghindar dari perkataan yang buruk yang mengandung khianat, fitnah dan kemaksiatan.
5 Renungan Agar Kita Lebih Waspada Menjaga Lidah, Yuk Berubah!
Mulutmu harimaumu!
Lidah tidak bertulang. Demikian nasihat bermakna yang tidak asing di tengah-tengah kita. Ketahuilah, semakin tajam bersilat lidah, manusia bukannya semakin baik dalam bersikap, justru malah bisa jatuh ke lubang yang curam. Ujungnya, dapat membuat seseorang menjadi sombong alias takabur hanya karena ucapannya, bahkan bisa sampai menyakiti perasaan orang lain tanpa menyentuh fisiknya.
Agar kita gak terjerumus gara-gara lidah, yuk petik hikmah dari 5 renungan berikut ini.
1. Berucaplah yang baik, jika tidak maka pilihlah diam
Dalam menjalani kehidupan sosial, maka jangan lupa untuk menjaga ucapan. Sebab jika ucapan yang keluar dari mulut kita berisikan hal-hal negatif yang dapat menyinggung perasaan orang lain, maka hal itu dapat membuat orang lain murka. Oleh karena itu, berucaplah yang baik, jika tidak mampu, maka pilihlah untuk diam. Dengan begitu, ucapan yang keluar dari mulut tidak sampai melampaui batas.
Adapun jika di suatu kesempatan kita tak sengaja melontarkan kalimat tidak baik kepada orang lain, maka cepat-cepatlah meminta maaf dan mengakui kesalahan. Setelah itu perbanyaklah merefleksi diri dan tanamkan dalam diri untuk tidak lagi bertindak yang sama seperti sebelumnya.
2. Jangan mengedepankan nafsu amarah dalam menjawab ucapan orang lain, karena kalimat yang terangkai akan bersifat buruk
Saat seseorang marah, maka kemungkinan perkataan yang terucapkan akan mengandung kalimat buruk. Apabila hal ini terjadi, orang lain yang mendengarnya akan merasakan sakit dalam hati. Tak bisa dipungkiri, kalimat yang pedas dan bernada cercaan akan memberi sembilu pada orang lain.
Jadi, ketika sedang marah atau emosi tingkat tinggi, sebaiknya menghindar dari orang lain dan pilihlah untuk duduk dan tenangkan diri. Jangan sibuk bersilat lidah saat sedang terbakar emosi, sebab setelah pertikaian selesai, akan timbul penyesalan mendalam di dalam hati.
3. Ingat selalu bahwa setiap ucapan yang keluar tak bisa ditarik kembali
Ucapan yang keluar dari mulut seseorang mustahil untuk bisa ditarik kembali. Berbahagialah ketika ucapan yang kita lontarkan merupakan kalimat baik dan tidak menyakiti orang lain. Namun bagaimana jika kalimat yang terucap malah mengandung cerca dan cela? Hal ini akan membuat hati orang lain terluka.
Ketahuilah, kunci agar ucapan tidak sampai melampaui batas, yakni dengan cara menjaga lisan agar tidak gegabah berujar sesuatu. Tahan dan pikir ulang jika ingin berbicara sesuatu hal pada orang lain. Jika kalimat yang ingin diucapkan tak ada manfaat dan hanya sia-sia belaka, lebih baik tak perlu diucapkan. Cobalah untuk melatih lisan agar tidak mudah mengucapkan kalimat-kalimat yang tidak ada manfaatnya.
4. Ibarat luka, ucapan yang menyakiti orang lain akan membekas dalam benaknya
Saat terluka entah itu terkena pisau atau benda tajam lainnya, maka luka tersebut akan membekas di kulit kita dan akan sembuh dalam waktu yang tidak sebentar. Demikian juga halnya dengan ucapan dari mulut kita. Jika ucapan yang keluar begitu saja mengandung kalimat yang menyakitkan orang lain, maka orang tersebut akan mengingat selalu kalimat tersebut dalam benaknya. Untuk itu hati-hati dalam berucap ya.
5. Banyaklah mengingat kesalahan diri, dengan begitu bisa meredam lidah untuk sibuk mengatai orang lain
Ingatlah, semakin sering wawas diri akan membuat seseorang mudah untuk mendeteksi setiap kesalahan yang telah dilakukan, begitu juga kesalahan yang sering dilakukan lidah alias ucapan. Jangan pernah jemu introspeksi diri, dengan begitu kita akan mudah meredam lisan untuk tidak sibuk mengata-ngatai orang atau membicarakan aib orang lain.
Kedua: Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan kita sebagai ummatnya yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, hendaklah bagi kita untuk membiasakan diri bergaul dengan dengan tetangga dan memuliakanya.
Dalam praktek kehidupan kita sehari-hari, manusia adalah makhluk sosial yang saling membutuhkan antara satu dengan lainya maka haruslah kita berlaku sopan, santun dan ramah terhadap lingkungan.
Tuntunan Islam Memuliakan Tetangga
Diriwayatkan dari Abu Syuraih RA, Rasulullah SAW pernah bersabda, "Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman! Demi Allah, dia tidak beriman."
Seseorang lalu bertanya, "Siapa ya Rasulullah?" Beliau bersabda, "Orang yang membuat tetangganya merasa tidak aman dari kejahatannya" (HR Bukhari).
Tentu, ada hal menarik dari redaksi hadis itu. Rasulullah SAW bersumpah sampai tiga kali dengan nama Allah. Bahkan, beliau menjatuhkan vonis yang sangat keras "tidak beriman". Itu tatkala beliau mengungkapkan esensi hidup bertetangga.
Rasulullah SAW tidak pernah mengulang-ulang sebuah pernyataan, kecuali pernyatan tersebut menyangkut sesuatu yang penting. Dengan redaksi seperti ini tergambar bahwa hubungan bertetangga menempati posisi yang sangat penting dalam Islam.
Sebagai perbandingan, Rasulullah SAW pernah mengulang-ulang larangan agar kita jangan marah. Ada seorang lelaki berkata pada Rasulullah SAW, "Berilah aku nasihat". Beliau menjawab, "Jangan marah". Maka pernyataan diulanginya sampai tiga kali (HR Bukhari). Marah adalah awal dari bencana dan dampak yang ditimbulkannya pun bisa berlipat-lipat. Karena pentingnya menjaga marah, maka Rasul pun mengulangnya sampai tiga kali.
Menurut Muhammad Abdurrazak Mahili kata "tetangga" dalam hadis ini dapat dinisbatkan pada empat kelompok orang. Pertama, orang yang serumah dengan kita. Kedua, orang yang bersebelahan dengan tempat tinggal kita. Ketiga, penghuni empat puluh rumah dari semua sisi yang ada di sekitar tempat tinggal kita. Keempat, orang yang tinggal senegara dengan kita.
Apa yang diungkapkan Abdurrazak Mahili hanya menyangkut hubungan secara orang perorang, padahal konteks hidup bertetangga bisa lebih luas lagi jangkauannya. Karena itu, berbicara tentang hidup bertetangga, hakikatnya berbicara pula kehidupan dua bangsa. Saat kita tidak menyukai tetangga yang selalu mencampuri kehidupan tetangga lainnya, maka ketika itu pula kita tidak menyukai sebuah negara yang selalu mencampuri urusan negara lainnya.
Mengapa Rasulullah SAW mengajurkan umatnya untuk berbuat baik pada tetangga dan tidak menyakinya sedikit pun? Dalam Islam, akhlak mulia adalah kunci pertama dan utama. Ia adalah bukti keimanan yang harus terwujud dalam kehidupan seorang Muslim. Memuliakan tetangga adalah salah satu di antaranya.
Jadi, memuliakan tetangga adalah perwujudan keimanan dan sebentuk akhlak mulia. Rasulullah SAW bersabda, "Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka ia harus memuliakan tetangganya". Dalam hadis lain, Rasulullah SAW mengungkapkan bahwa Jibril selalu memerintahkannya untuk berbuat baik kepada tetangga, sampai-sampai beliau mengira para tetangga termasuk salah satu ahli waris. Ada kisah pula tentang seorang wanita ahli ibadah, tapi ia divonis oleh Rasul sebagai ahli neraka. Apa sebabnya? Karena ia selalu menyakiti tetangganya.
Keterangan-keterangan tersebut memberikan gambaran kepada kita bahwa kebaikan tidak sekadar dengan Allah (habluminallah), tapi harus mencakup pula hubungan dengan sesama; tetangga, dalam konteks ini. Karena itu, Rasul memerintahkan Abu Dzar (dan istrinya) agar saat memasak memperbanyak kuahnya sehingga tetangga dapat ikut merasakannya. Rasul pun menyatakan tidak beriman seseorang yang tidur dalam keadaan kenyang sementara tetangganya meringis kelaparan.
Selain bukti keimanan, memuliakan tetangga pun dapat melahirkan keharmonisan hidup di masyarakat. Dengan saling memuliakan antartetangga, tidak akan ada lagi permusuhan, kebencian, kesenjangan, egoisme, dan saling merendahkan. Dan, inilah landasan awal bagi terbangunnya sebuah peradaban yang besar.
Ketiga: Nabi Muhammad SAW juga menganjurkan kita sebagai ummatnya yang beriman kepada Allah SWT dan Hari Akhir, hendaklah bagi kita untuk membiasakan diri memuliakan tamu.
Adab menerima tamu dalam Islam.
1. Bersikap dan berpakaian sopan saat menerima tamu.Ketika kedatangan tamu, wajib bagi seorang muslim menjaga sikap dan tata caranya berpakaian agar tetap terlihat sopan. Hal ini dilakukan agar tamu merasa dihormati kedatangannya. Selain itu, sambutlah tamu dengan penuh kehangatan dan keramahan supaya tali silaturahmi semakin erat.
2. Menyediakan jamuan.
Selain menyambut dengan keramahan, penting juga untuk menyediakan jamuan kepada tamu yang berkunjung seperti minuman dan makanan. Jangan sampai tamu yang berkunjung merasa kehausan atau kelaparan.
3. Menghormati tamu yang menginap.
Jika ada tamu yang menginap, maka sebagai tuan rumah kita harus melayaninya dengan baik. Seperti menyiapkan tempat tidur untuk tamu, dan jamuan untuk tamu.
Rasulullah bersabda:
"Hormatilah tamu sampai tiga hari, adapun selebihnya adalah merupakan shadaqoh darinya." ( HR. Muttafaqun'alaihi)
4. Mengantarkan tamu sampai halaman ketika pulang.
Saat tamu hendak pulang ke rumahnya, maka kita sebagai tuan rumah harus mengantarkannya sampai ke depan pintu rumah atau halaman rumah.
Dalam sebuah hadits, Rasulullah bersabda:
"Sesungguhnya merupakan perbuatan yang sunnah apabila seseorang (Tuan rumah) keluar bersama-sama tamunya sampai ke pintu halaman." (HR.Ibnu Majjah).
Demikan yang dapat saya sampaikan, semoga dengan mengamalkan tiga hal tersebut diatas dapat menambah keimanan dan ketakwaan kita kepada Allah SWT untuk menggapai ridhoNya. Aamiin Ya Rabbal'alamiin.
0 Comments