Setiap kali Ramadhan tiba, saya selalu merasa ini adalah waktu terbaik untuk memperbaiki diri. Namun, jujur saja, di zaman sekarang, menjaga fokus ibadah di tengah derasnya arus digital tidaklah mudah. Saya merasakan sendiri bagaimana media sosial, notifikasi aplikasi, dan berbagai gangguan digital sering kali mencuri perhatian saya dari hal-hal yang lebih penting.
Dulu, sebelum smartphone begitu mendominasi, saya lebih sering menghabiskan malam-malam Ramadhan dengan membaca Al-Qur’an atau menghadiri kajian di masjid. Tapi sekarang, ada kalanya saya justru lebih banyak menggulir layar ponsel daripada menggulir halaman mushaf. Saya sadar, ini bukan hanya masalah saya saja. Banyak dari kita mengalami hal yang sama—di satu sisi ingin lebih dekat dengan Allah, tapi di sisi lain sulit melepaskan diri dari kebiasaan digital.
Dari pengalaman saya beberapa tahun terakhir, saya belajar bahwa Ramadhan bukan sekadar tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang mengendalikan diri dari distraksi, termasuk distraksi digital. Saya mulai menerapkan beberapa langkah kecil yang ternyata cukup efektif dalam membantu saya menjalani Ramadhan dengan lebih baik.
1. Menjaga Diri dari Godaan Media Sosial
Salah satu tantangan terbesar yang saya hadapi adalah media sosial. Kadang niatnya hanya ingin membuka sebentar, tetapi berakhir dengan berjam-jam scrolling tanpa sadar. Saya mulai menyadari bahwa jika saya bisa menahan diri dari makan dan minum, maka saya juga seharusnya bisa menahan diri dari keinginan membuka media sosial yang tidak penting.
Akhirnya, saya mencoba beberapa cara untuk mengurangi distraksi ini:- Menghapus aplikasi media sosial tertentu selama Ramadhan.
- Mengaktifkan mode Do Not Disturb di ponsel saat ibadah atau membaca Al-Qur’an.
- Menggunakan aplikasi pengingat untuk mengalokasikan waktu khusus untuk ibadah.
Saya juga ingat sebuah hadits Rasulullah ﷺ yang sangat relevan dengan hal ini:
مَنْ كَانَ يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الْآخِرِ فَلْيَقُلْ خَيْرًا أَوْ لِيَصْمُتْ
“Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hendaklah ia berkata baik atau diam.” (HR. Bukhari & Muslim)Hadits ini mengingatkan saya untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan media sosial—bukan hanya menghindari konten yang tidak bermanfaat, tetapi juga lebih selektif dalam apa yang saya posting atau bagikan.
2. Menjadikan Teknologi sebagai Sarana IbadahSaya juga menyadari bahwa teknologi tidak selalu menjadi penghalang ibadah—justru bisa menjadi sarana untuk mendekatkan diri kepada Allah. Misalnya, saya mulai lebih sering menggunakan aplikasi Al-Qur’an digital untuk membaca dan mendengarkan murattal. Selain itu, saya juga mengikuti kajian online dari ustadz-ustadz yang terpercaya.
Beberapa aplikasi yang saya gunakan selama Ramadhan antara lain:
- Muslim Pro untuk jadwal shalat dan pengingat ibadah.
- QuranMajeed untuk membaca dan memahami Al-Qur’an.
- Telegram & YouTube untuk mengikuti kajian online.
Dengan cara ini, saya tetap bisa memanfaatkan teknologi dengan lebih positif, tanpa harus terjebak dalam distraksi yang tidak perlu.
3. Menyeimbangkan Interaksi Digital dan Sosial
Saya juga mulai menyadari bahwa interaksi di dunia nyata jauh lebih berharga daripada sekadar berkomunikasi melalui chat atau media sosial. Dulu, saya sering mendapati diri saya lebih sibuk membalas pesan di WhatsApp daripada berbincang dengan keluarga saat berbuka puasa.
Sekarang, saya mencoba untuk lebih hadir secara fisik dan emosional saat bersama keluarga atau teman. Saya juga mulai mengurangi kebiasaan mengambil foto makanan berbuka hanya untuk diposting di media sosial—karena saya sadar bahwa momen kebersamaan jauh lebih penting daripada sekadar mendapat likes.
4. Memfilter Informasi yang MasukDi era digital, informasi datang begitu cepat. Tapi tidak semua informasi itu benar atau bermanfaat. Ramadhan mengajarkan saya untuk lebih selektif dalam memilih informasi, terutama yang berkaitan dengan agama. Saya tidak ingin terjebak dalam hoaks atau debat online yang tidak ada manfaatnya.
Saya mencoba untuk selalu merujuk pada sumber yang kredibel, seperti ulama yang memiliki keilmuan yang jelas. Hal ini juga membantu saya untuk lebih memahami Islam dengan lebih baik, tanpa terbawa arus opini yang tidak berdasar.
5. Menjadikan Ramadhan sebagai Momentum Digital Hijrah
Bagi saya, Ramadhan adalah kesempatan terbaik untuk melakukan digital hijrah—mengubah cara saya menggunakan teknologi agar lebih bermanfaat. Saya mulai lebih sering membagikan konten positif, seperti kutipan ayat Al-Qur’an atau refleksi pribadi tentang ibadah.Saya juga menyadari bahwa jika saya bisa menjaga kebiasaan baik ini selama Ramadhan, maka seharusnya saya bisa melanjutkannya setelah bulan suci ini berakhir.
Ramadhan sebagai Latihan Hidup di Era Digital
Dari pengalaman pribadi saya, saya menyadari bahwa tantangan terbesar di era digital bukanlah teknologinya itu sendiri, tetapi bagaimana kita menggunakannya. Ramadhan mengajarkan saya untuk lebih disiplin, lebih sadar, dan lebih bijak dalam menggunakan waktu dan teknologi.
Jika kita bisa menahan diri dari hal-hal yang membatalkan puasa, maka kita juga bisa menahan diri dari kebiasaan digital yang merugikan. Jika kita bisa memperbanyak ibadah di bulan Ramadhan, maka seharusnya kita juga bisa mempertahankannya di bulan-bulan setelahnya.
Ramadhan bukan hanya tentang menahan lapar dan haus, tetapi juga tentang menjaga hati dan pikiran dari hal-hal yang mengurangi keberkahan. Dan di era digital ini, itu termasuk bagaimana kita menggunakan media sosial, bagaimana kita menyaring informasi, dan bagaimana kita memanfaatkan teknologi untuk hal-hal yang lebih baik.
Semoga kita semua bisa menjadikan Ramadhan ini sebagai momentum perubahan yang berkelanjutan, bukan hanya untuk satu bulan, tetapi untuk sepanjang tahun.
Wallahu a’lam.
0 Comments